Teknologi Pupuk Hayati - Pola Tani
News Update
Loading...

23 April 2015

Teknologi Pupuk Hayati

Pada umumnya pupuk yang dikenal di dalam dunia pertanian ada dua jenis yaitu pupuk anorganik seperti urea, dan pupuk organik seperti kompos. Namun terdapat satu jenis pupuk lagi, yaitu pupuk hayati yang mungkin masih kurang familiar. 

Di negara lain penggunaannya sudah berkembang pesat sementara hanya di beberapa daerah di Indonesia yang mengetahui dan telah menggunakannya. Pupuk ini lebih menekankan kepada aspek kerja dari mikroorganisme di dalam tanah. 

Apabila pupuk dari dua jenis lainnya memberikan kesuburan kimiawi, maka pupuk hayati ini memberikan kesuburan lainnya berupa tambahan populasi mikrob yang akan membantu memperbaiki sifat tanah dan mengembalikan kesuburan.

Pupuk Hayati atau disebut juga Pupuk Mikrob adalah pupuk yang mendapat bantuan dari Mikrobia yang ditambahkan ke dalam tanah untuk meningkatkan efektifitas pengambilan hara dari udara atau tanah. 


Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Penggunaan pupuk ini yang paling umum adalah untuk membantu penyerapan unsur Hara makro N dan P. 

Mikroorganisme yang umum digunakan biasanya adalah Rhizobium sp dan Azospirillum sp untuk penyerapan hara N, dan Mikroorganisme pelarut fosfat untuk penyerapan P.
Pemanfaatan mikrob telah lama dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanam, namun pemanfaatan dengan melalui penggunaan pupuk hayati harus diperhatikan dengan cermat. Sebab, ketahanan Mikrob terhadap lingkungan terbatas dan juga jangka waktu hidup mikroorganisme yang cuma sekitar 6 bulan.

Pembuatan Pupuk hayati ini memerlukan bahan-bahan khusus namun sederhana, 3 komponen yang paling utama untuk membuatnya adalah Carrier atau bahan padatan, Bahan Pelekat dan tentu saja Isolat mikroorganisme.


Carrier yang paling umum digunakan adalah pupuk Kompos, tapi dapat juga digunakan bahan tanah Gambut, dan Casting ( Casting merupakan zat kotoran cacing yang dikeluarkan ketika proses pengomposan BO dalam tanah, biasa digunakan untuk menyuburkan tanah)

Bahan perekat yang digunakan biasanya adalah Molase (limbah tetesan tebu) dan Tapioka basah. Limbah ini berwarna hitam pekat dan kental seperti kecap, namun baunya menyerupai gula cair

Adapun proses pembuatannya pertama-tama adalah mengayak carrier, katakanlah misalnya kita gunakan Kompos, hingga ukuran yang halus. Kompos yang diayak kira2 sebanyak 3 Kg. Kemudian ayakan kompos yang sudah halus ini dicampur dengan Molase atau tapioka, diaduk-aduk hingga kalis atau saling merekat secara merata. Adonan ini kemudian dicetak dalma bentuk padat dengan alat, kalau tidak ada alat pencetak bisa juga di bentuk pelet dengan tangan. Cetakan padat kemudian dikeringkan selama 3 hari. Tahap selanjutnya adalah Injeksi Mikroorganisme, mikroorganisme dalam Inokulum cair disemprotkan ke padatan(Inokulum ini telah diisolasi dari tanah sebelumnya).

Padatan harus dalam keadaan kadar Air sekitar 40% untuk memudahkan kerja Mikrob. Biasanya untuk mengetahui perkiraan kadarnya adalah dengan cara digenggam untuk merasakan porsi lembabnya.

Tahap terakhir adalah proses Inkubasi, tahap ini harus diperhatikan dengan cermat karena berpengaruh pada populasi Mikroorganisme yang berkembang. Jumlah mikroorganisme yang benar setidaknya harus mencapai 10.000.000.000 sel per Mililiter ( Dihitung berdasarkan metode Most Probable Number atau MPN). Semakin tinggi mikroorganisme, semakin bagus kualitas pupuk hayati.[sumber: majalahpertanian]

Share with your friends

Give us your opinion

Silahkan dikomentari artikel ini dengan Santu dan Sopan. Semoga apa yang Anda bagikan dapat menjadi pengetahuan baru bagi pembaca lainnya.

Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!

Terima Kasih.

Notification
Dapatkan infomasi terbaru seputar petanian.
Done